Rabu, 08 April 2015

PROFIL PENDIRI PONDOK PESANTREN MIFTAHUL HUDA



A.     KH. ABDUL DJALIL


KH. Abdul Djalil berumur sekitar tahun 70 / 80 an, beliau lahir sebelum tahun 1900 lebih tepatnya sekitar tahun 1894. (Usia yang pasti tidak diketahui). Beliau adalah orang yang menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Miftahul Huda, tidak diketahui dengan pasti asal dan usul beliau juga riwayat tentang pendidikannya, tetapi beliau lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membantu bibinya yang keseharian menjual tape (tapai). Beliau berjualan tapai di sekitar pondokan milik KH. Abdul Qodir seorang Ulama besar di daerah Segeran kidul, sambil berjualan beliau mengikuti kegiatan belajar mengaji di Pondokan milik KH.Abdul qodir dengan cara Jiping (mengaji kuping), sejak kecil beliau dikenal sebagai orang yang pendiam, sabar dan melambangkan orang yang tekun (teladan), sebagai berikut: semua kitabnya terdapat apsahan atau ma’na gandulnya, selembarpun tiada yang kosong. Bahkan, banyak orang yang meminta beliau mengapsahi kitab kepadanya, walaupun notabene beliau tidak secara langsung belajar kepada KH.Abdul Qodir akan tetapi Ilmu yang beliau kuasai sangat cukup, bahkan sebagian santri pondok disitu sosok beliau dikenal karena menjadi sumber jawaban setiap ada kesukaran.
Setelah dirasa cukup Ilmunya, beliau mengajar di rumahnya sendiri, di samping itu juga beliau mengadakan pengajian umum untuk masyarakat Desa Segeran. Hingga pada ahirnya terdengar oleh KH.Abdul qodir, karena merasa penasaran KH.Abdul Qodir mengecek kebenaran tersebut, setelah ditemui ternyata apa yang diajarkan beliau memang benar. sehingga diangkatlah beliau menjadi menantu  KH.Abdul Qodir sebagai suami dari Siti Chodijah anak ke lima dari delapan bersaudara.
Apabila memberikan pelajaran beliau terkenal sangat disiplin, baik yang datang banyak atau sedikit, bahkan tidak ada yang datang sekalipun beliau tetap datang pada mejanya, kemudian kitabnya dibuka dan dibaca sendiri sambil muthola’ah.
Seperti yang telah di sebutkan sosok KH. Abdul Djalil dengan sifat tekun dan teladan hingga semua kitabnya terdapat apsahan atau ma’na gandulnya, selembarpun tiada yang kosong. Adalah cerita unik terjadi ketika anaknya yang kelima yakni Kiai Bajari mondok di Jombang. Suatu ketika Kiai Bazari meminta dibelikan Tafsir Jalallain (tafsir Al-Quran) kepada  KH. Abdul Djalil namun beliau malah menyuruh Kiai Bazari untuk menyalin dengan tulisan tangan.
Setelah KH. Abdul Djalil menikah dengan Hj. Siti Chodijah beliau dikaruniai sepuluh buah hati, yaitu :

1.      Hj. ‘Ammah
2.      KH. Djaruki
3.      KH. Syambasi
4.      KH. Mudlofar
5.      Kiai Bazari
6.      Hj. Nayiroh
7.      Hj. Zaenab
8.      H. Drs. Ilyas Susila, MM
9.      H. Abas Assafah, M.Si
10.  Hujer S.Pd.I

Beliau wafat tahun 1974M atau 1265H tiga Dzulhijah sekitar umur 80 Tahun. Beliau adalah sosok suri tauladan yang mendidik santri dan masyarakat sekitarnya, beliaulah cikal bakal perintis berdirinya Pondok Pesantren  Miftahul Huda Segeran Kidul Juntinyuat Indramayu.
Demikian riwayat singkat KH. Abdul djalil, semoga dapat menjadi i’tibar bagi kita semua., Amin.

B.      KH. DJARUKI


Kyai Djaruki adalah  anak kedua dari KH. Abdul djalil yang meneruskan perjuangan dakwah dan cita-cita berdirinya pondok pesantren Miftahul Huda, beliau lahir di Desa Segeran, sekitar Tahun 1936. Beliau wafat pada tahun 2004, beliau adalah tokoh masyarakat yang sangat disegani serta dapat membawa harum dan salah satu mercusuarnya Nahdlotul Ulama di Desa Segeran bersama dengan kyai lainnya seperti KH. Harun Rosyid, .
Bukan hanya mengajar ngaji para santri-santrinya melainkan beliau juga membuka pengajian dari musholah (tajug) ke musholah lainnya, dari masjid satu ke masjid lainnya, dari satu desa ke desa lainnya.
Dengan sabar dan penuh rasa ikhlas, beliau membimbing santri-santrinya sampai berhasil, baik yang berasal dari Desa Segeran  maupun mereka yang berasal dari luar Desa Segeran, yang mana saat ini telah banyak yang menjadi penuntun (tokoh masyarakat / kyai) di daerahnya masing-masing.
Mengingat santri yang berdatangan semakin banyak, maka pada tahun 1996. an beliau menambah asrama menjadi dua bangunan, yang nantinya disebut dengan tajug kidul. Pekerjaan tersebut dapat terselesaikan dalam kurun waktu hanya beberapa minggu, dengan dana swadaya murni juga bantuan dari pihak luar. Hal ini juga disebabkan adanya kesemangatan serta kesadaran para santri yang mengikuti roan (kerjasama) yang dibantu oleh masyarakat setempat.
Riwayat pendidikan beliau dimulai dari belajar kepada ayah beliau yakni KH. Abdul Djalil, kemudian beliau meneruskan ke Pesantren Babakan Cirebon kemudian setelah itu beliau meneruskan ke Pesantren Tambak beras yang ahirnya dilanjutkan ke Malang Jawa Timur.
Beliau menikah dengan Hj. Romlah  putri dari kiai ternama asal Kertasemaya Indramayu, beliau dikaruniai lima orang anak, yakni :
1.      Drs. Ahmad Fauzan, M.Pdi
2.      Faizin, S.ag
3.      Iis
4.      Ninis
5.      Nung
Sosok beliau dikenal sebagai ulama yang tegas, keras dan lugas namun memiliki rasa kasih sayang yang begitu besar, beliau juga sering menyerukan perihal silaturrohmi terhadap sesama muslim, lebih-lebih terhadap keluarga besar sendiri, karena dinilai silaturohmi adalah perbuatan yang banyak manfaat bagi kehidupan.
Cerita unik terjadi antara beliau dan putra dari adiknya KH. Abas Assfah yang pertama yakni Taufik Zaenal Mustofa yang suatu kecil terkenal pemalu dan enggan berkumpul dan bersilaturrohmi sesama keluarga, beliau kemudian disela-sela kegiatan yang diadakan Yayasan pada saat itu, secara kusus memanggil Taufik Zaenal Mustofa dan memberinya nasihat kepadanya.
“menjadi anak muda itu harus tahu tata kerama, jika bertemu dengan orang yang lebih tua seharusnya menghampirinya dan mushohafah (bersalaman mencium tangan) jangan malah ngumpet” tegurnya. Tak hanya itu beliau juga melanjutkan nasehatnya agar tidak lupa menjalin silaturahmi, seraya menunjukkan fadilah silaturrahmi diantaranya :

حِمَهُ رَ فَ  لْ أَثَرِهِ فِي لَهُ وَيُنْسَأَ رِزْقِهِ فِي لَهُ يُبْسَطَ أَنْ أَحَبَّ مَنْ

Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, dan ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Al-Bukhari).
Demikian riwayat singkat KH. Djaruki, semoga dapat menjadi i’tibar bagi kita semua., Amin.

C.        KIAI BAZARI
Kiai Bazari adalah anak ke lima dari pasangan KH. Abdul Djalil dengan Hj. Siti Chodijah beliau lahir pada tanggal 10 bulan Oktober tahun 1945 tepat dua bulan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Awalnya Kiai Bazari hanya belajar ngaji dari ayahnya dan kyai desa lainnya, kemudian beliau melanjutkan ke Jombang tahun 1963 menyusul dua saudaranya yakni KH.Syambasi dan KH. Mudlofar yang lebih dulu mondok.  menuntut ilmu selama tiga tahun di Jombang beliau melanjutkan pesantren di Sarang Rembang yang diasuh oleh KH. Maimun Zubair pada tahun 1968 dimana beliau nanti akan bertemu dengan KH. Inu (Abah Inu) pengasuh pondok pesantren Darul Tauhid Arjawinangun, Kiai Masduki yang sekarang menjabat sebagai Syuriah NU Indramayu, KH. Abdul Azis salah satu pengasuh Pondok Pesantren Gedongan juga KH. Imam putra dari KH. Makrus Lirboyo. Setelah tiga tahun menuntut ilmu di Sarang Rembang beliau merasa belum cukup dengan apa yang telah beliau dapati, hingga ahirnya beliau melanjutkan ke Tanggir Bojonegoro Jawa Timur pada tahun 1971 sampai tahun 1973.
Beliau pulang kerumah pada tahun 1973 dan menikah dengan Ny. Maemunah yang kemudian dari hasil pernikahannya dikaruniai lima buah hati, yaitu :
1.      Zubair
2.      Khoeriyah
3.      Al-Bazi
4.      Abdul Basit
5.      Malikhatun Nisa

Setelah KH. Djaruki wafat pada tahun 2004, atas kesepakatan keluarga besar beliau yang di beri amanat sebagai pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda sampai tahun  2006. Hingga sekarang beliau masih aktiv dan menjadi Dewan Penasehat Pondok Pesantren Miftahul Huda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar